13 Juli 2016

Ustadz Mohammad Joban

Pertemuan dengan seorang Taxi driver sekitar bulan April 2001 memang sebuah kebetulan yang bagiku adalah rejeki. Saat itu ia sedang menikmati makan siangnya di salah satu meja foodcourt Tacoma Mal. Aku duduk persis didepannya, jadi bisa membaca dengan jelas nama yang tersemat di bajunya; Abdul Khadeer. Ha..sebuah nama muslim. Kulitnya gelap (yaiyalah wong dia afro american) dengan bentuk badan agak kekar, brewoknya sebagian memutih. Kami beradu tatap dan dia tersenyum menggangguk. Begitu ramah padahal belum kenal. Aku balas menggangguk, tersenyum dan langsung menyapanya “ Assalamualaikum..”… bola matanya membesar dan langsung menjawab “ Alaikum salam “.. Dan kami bersalaman.

Selanjutnya percakapan kami mengalir begitu saja. Aku merasakan kehangatan persaudaraan ketika ia bertanya negeri asalku. Dia menyebut Indonesia? ketika kujawab aku berasal dari negeri dengan populasi muslim terbesar didunia. Dia bertanya banyak hal, juga tentang dimana aku melakukan sholat jumat. Abdul Khadeer langsung menawarkan untuk mengantar ke Mesjid terdekat dari apartement dimana aku tinggal. Kami bertukar nomor hp dan berjanji untuk bertemu pada hari jumat berikutnya.

Masjid Bridgeport Tacoma

Hari jum’at sekitar pukul 10 pagi handphoneku berdering, Abdul Khadeer menepati janjinya dan dia dalam perjalanan menuju apartementku. Tadinya kupikir dia mengendarai taxinya. Ternyata dia membawa mobil sedan Ford yang cukup keren. Sambil bercanda dia bilang dia gak mau dibayar untuk jemputan kali ini. Hehehe

Perjalanan dari apartemen ke masjid tidak sampai 15 menit dan mesjid masih belum ramai. Masjid di jalan Bridgeport ini adalah sebuah bangunan biasa seperti rumah besar. Tidak nampak sama sekali kalau itu adalah masjid andai saja tidak ada papan bertuliskan Masjid dihalamannya. Sampai didalam masjid aku dikenalkan dengan jamaah yang sudah hadir sekitar 10 orang, mereka berasal dari wilayah Arab dan Timur Tengah. Aku diperkenalkan sebagai muslim asal Indonesia, mereka menatap dengan penuh kegembiraan dan mereka satu persatu menyalami dan memelukku..terus bilang “kami saudaramu disini..”. Obrolan tidak berlangsung lama karena jamaah sudah mulai berdatangan. Aku hanya sempat mengisi buku alamat para jamaah masjid lengkap dengan mobilephone. Saat perjalanan kembali ke apartementku Abdul Khadeer berjanji suatu saat akan mengantarku ke sebuah masjid dimana Orang Indonesia yang menjadi Imam (pemimpin) di masjid itu. Dia menyebut nama Imam Joban.

Pertemuan dengan Sang Imam.

Sedikit cerita tentang Imam Joban atau Ustadz Muhammad Joban. Beliau adalah pria kelahiran Purwakarta,2 Juni 1952, Tahun 1973 beliau ke Kairo. Tahun 1975 selesai Lc. Lalu kerja lima tahun di Kairo, jadi penyiar. Radio Kairo suara Indonesia. Dulu banyak pertanyaan-pertanyaan yang masuk ke beliau. Didengar oleh muslim di Kalimantan, Sumatra, dan Sulawesi.Memang dari dulu beliau sudah bercita-cita untuk mempertemukan Timur dan Barat. Belajar di Timur baru kemudian di Barat.

Dahulu ketika Pak Amien Rais mengambil thesis dan meriset tentang Ikhwanul Muslimin di Kairo, dua tahun disitu dan Ustadz Joban sering ikut pengajian disana, beliau sering ketemu pak Amien. Pak Amien rais sering ke lapangan dan ketemu orang-orang ikhwan, setelah bertemu dengan Ust.Joban menyarankan supaya meneruskan ke Chicago. Maka beliau dulu ingin mengambil Ph.D di bidang Islamic Studies. Rencananya di Chicago. Sampai di Amerika ternyata kalau kita tidak punya greencard (izin tinggal permanent) maka biayanya besar. Tapi beliau ketika itu, karena visanya berlaku setahun, sebelumnya bekerja sebagai kepala biro penyiar di radio Kairo sehingga mudah dapat visa karena sebagai penyiar dan penerjemah. Beliau punya visa setahun. Visa turis. Ingin sekolah tak bisa karena biaya.

Alhamdulillah temannya orang Campa – Kamboja yang sama-sama studi di Azhar memberi address masjid di Olympia. Maka daripada beliau pulang, beliau memutuskan untuk mencari biaya sekaligus menghabiskan visanya selama setahun disini. Kebetulan di Olympia ini ada masjid, ada masyarakat, tapi tidak ada imam-nya. Disini banyak memang yang seperti ini. Masjid ini milik orang Campa, Kamboja. Orang Campa ini kebanyakan muslim. Nah ceritanya kenapa orang Campa ini banyak masuk Islam karena dulu raja Aceh kawin dengan putri Campa. Makanya di Kamboja ini ada istilah kampong Campa. Mereka ini dulu ketika escape dari Kamboja ini tergantung siapa sponsornya. Jadi ada yang ke Texas, ada yang ke California, Sebagai refugees. Waktu Ustadz Joban datang hanya ada lima families saja. Yang lainnya ada orang Arab, orang Malaysia. Jadi rupanya sudah lama mereka disini. Dari tahun 1979 –an begitu. Jadi sudah lupa mengaji, lupa macam-macam. Anaknya sudah dibesarkan dengan cara Amerika. Akhirnya beliau kumpulkan. Ibu-ibunya juga dikumpulkan. Maka alhamdulillah mereka teringat lagi dengan masa lalu. Maka masyarakat sana mengajak beliau untuk tinggal di Olympia.

Hari itu hari jumat yang kebetulan adalah hari pertama puasa Ramadhan. Dengan diantar Abdul Khadeer aku berangkat dari apartementku diTacoma ke Masjid di Olympia yang memerlukan waktu tempuh sekitar 30 menit. Sampailah kami pada sebuah daerah berpemandangan bagus. Sebuah bangunan besar 2 lantai berada seperti ditengah-tengah lapangan dikelilingi rumah-rumah yang belakangan aku tahu itu sebagai pemukiman muslim campa (Kamboja). Setelah mengucap salam aku melihat seorang laki-laki paruh baya, berperawakan agak tinggi, kulit sedikit gelap dan berjanggut. Beliau memeluk sambil mengucapkan senang bertemu dengan saudara muslim sebangsa. Ustad Muhammad Joban demikian akhirnya aku memanggil beliau.

Baru kali itu aku sholat dimasjid dengan muslim sebangsa hanya 2 orang, aku dengan Khatibnya. Ustadz Joban memberi ceramah jumatnya Isinya ceramah jumatnya mungkin biasa bagi orang lain, tentang dosa kepada kedua orang tua. tapi tidak untukku..aku larut dalam kalimat-kalimat yang disampaikan. Aku seperti diperlihatkan dosa-dosa yang telah kulakukan..dan seperti anak kecil, aku menangis. Pertama dalam hidup menangis saat khatib jumat memberikan ceramahnya…

Astagfirullah..ampuni dosaku dan dosa kedua orangtuaku…

Tidak ada komentar: